TANGGUNG JAWAB YURIDIS PENYELENGGARA SARANA PERKERETAAPIAN TERHADAP KESALAHAN SISTEM OPERASI PERKERETAAPIAN
Main Article Content
Abstract
Persinyalan merupakan perangkat yang mempunyai peran vital dalam pelaksanaan perjalanan kereta api. Kesalahan operasi bisa berdampak buruk bagi penikmat angkutan umum kereta api. Seperti dalam peristiwa kecelakaan Cicalengka pada tanggal 5 Januari 2024. Peristiwa tersebut menimbulkan 33 penumpang menderita kerugian dan empat orang lainnya kehilangan nyawanya. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang melibatkan konsekuensi hukum perdata yang mencakup tanggung jawab atas kerugian materil maupun immaterial, seperti ketentuan Pasal 157 UU Perkeretaapian. PT. Kereta Api Indonesia sebagai penyelenggara berkewajiban membayar ganti rugi yang terjadi akibat kesalahan operasi yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa akibat hukum yang timbul jika terjadi kesalahan sistem operasi perkeretaapian dan bagaimana bentuk tanggung jawab yuridis penyelenggara sarananya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan cara menguraikan secara deskriptif dengan mengidentifikasi Perundang-Undangan serta mengklasifikasi bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yuridis dalam penelitian ini. Hasilnya analisis yang diselenggarakan oleh penulis, disimpulkan bahwa kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh temuan adanya anomali. Selain itu kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kesalahan operasi. Kesalahan operasi tidak selalu disebabkan oleh anomali pada alat persinyalan, melainkan bisa juga disebabkan oleh kelalaian (culpa) petugas PPKA. Dikatakan kelalaian (culpa) karena petugas PPKA tidak mengecek dan mengonfimasi keberangkatan dan kedatangan kereta. Pengecekan ditetapkan dalam Pasal 81 PP 72 Tahun 2009. Dalam hal bentuk tanggung jawab berupa santunan, penyelenggara sarana tidak berpedoman kepada ketentuan tertulis UU Perkeretaapian. Karena perincian santunan atau ganti kerugian tidak diundangkan dalam UU Perkeretaapian sehingga dalam hal perincian besaran santunan atau ganti rugi ini bisa dikatakan kabur hukum atau multitafsir.
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
References
Buku
Laporan Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian Tabrakan Antara KA 350 CL Bandung Raya Dengan KA 65A Turangga Di KM 181+700 Petak Jalan Cicalengka-Haurpugur, Daop 2 Bandung 5 Januari 2024.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Kereta Api.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Besar Santunan Dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum Di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, Dan Udara.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2018 Tentang Persyaratan Teknis Peralatan Persinyalan Perkeretaapian.
Jurnal/Website
Fernando Sakti Toding Rompas, Karel Y. Umboh, Wilda Assa, “Tanggung Jawab Penyelenggara Prasarana Perkretaapian Atas Kerugian Sebagai Akibat Kecelakaan”, Lex Privatum, 2021.
Alicia Diahwahyuningtyas, Rizal Setyo Nugroho, Kompas.com https://www.kompas.com /tren/read/2024/01/06/173000865/ini-besaran-santunan-korban-kecelakaan-kereta-ka-turangga-bandung-raya?page=all#:~:text=Editor&text=KOMPAS.com