EKSISTENSI TINDAK PIDANA DALAM LINGKUP LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Main Article Content
Abstract
The existence of the Witness and Victim Protection Agency (LPSK) plays a crucial role in ensuring protection for witnesses and victims of criminal acts. This study examines the existence of criminal acts within the scope of LPSK following the enactment of Law Number 1 of 2023 concerning the National Criminal Code (KUHP Nasional). The research employs a normative approach with qualitative analysis of relevant legislation. The findings indicate that the National Criminal Code strengthens witness and victim protection, particularly by regulating the crime of torture under Article 530. Additionally, provisions regarding special crimes such as gross human rights violations, terrorism, corruption, money laundering, human trafficking, narcotics, and sexual violence maintain the lex specialis principle, ensuring minimal impact from the enforcement of the National Criminal Code. However, the application of the lex favor reo principle presents new challenges in victim protection, particularly in ensuring justice and the fulfillment of their rights. Therefore, synergy between LPSK and law enforcement agencies is essential to ensure the optimal implementation of witness and victim protection.
Keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memiliki peran krusial dalam menjamin perlindungan bagi saksi dan korban tindak pidana. Penelitian ini mengkaji eksistensi tindak pidana dalam lingkup LPSK pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional). Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan analisis kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KUHP Nasional memberikan penguatan terhadap perlindungan saksi dan korban, terutama dengan diaturnya delik penyiksaan dalam Pasal 530. Selain itu, ketentuan mengenai tindak pidana khusus seperti pelanggaran HAM berat, terorisme, korupsi, pencucian uang, perdagangan orang, narkotika, dan kekerasan seksual tetap mempertahankan asas lex specialis, sehingga tidak mengalami dampak signifikan dari pemberlakuan KUHP Nasional. Meskipun demikian, penerapan asas lex favor reo dalam KUHP Nasional menimbulkan tantangan baru bagi perlindungan korban, terutama dalam memastikan keadilan dan pemenuhan hak-hak mereka. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara LPSK dan aparat penegak hukum dalam memastikan implementasi perlindungan yang optimal bagi saksi dan korban.
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
References
Muchamad Iksan, Hukum Perlindungan Saksi daam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Muhammadiyah University Press, 2012
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan Korban
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorsme menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
UNODC, Praktik Terbaik Perlindungan Saksi Dalam Proses Pidana Yang Melibatkan Kejahatan Terorganisir, LPSK, 2011