HUKUM ADAT SUKU BUGIS DALAM PROSESI MAPPASIAREKENG DALAM PERSEPSI HUKUM ISLAM

Main Article Content

Shandya Alonso Eka Renanda
Rizka Mufidah Sari
Laila Nurul Hidayati
Lia Sari

Abstract

Tradisi berasal dari cipta, karsa, dan rasa manusia, sehingga berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Perkembangan yang dialami manusia adalah penting, dan tradisi diciptakan oleh dan untuk manusia. Keanekaragaman budaya adalah bagian dari kekayaan bangsa Indonesia. Dalam masyarakat Bugis Bone, perkawinan juga disebut mappabbotting, artinya menjalankan proses perkawinan. Perkawinan adalah ikatan keluarga yang lebih dekat dimana orang-orang saling membantu dan mendukung satu sama lain agar keluarga hidup dalam keharmonisan dan kedamaian. Dalam adat-istiadat Bugis, perkawinan adalah komponen sosial yang sangat penting. Masyarakat Bugis menganggap hubungan suami-istri tanpa prosesi perkawinan sebagai perbuatan yang sangat memalukan atau merusak harga diri (mappakasiri). Salah satu tradisi perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Bugis yaitu proses adat mappasiarekeng, yang melibatkan berbagai ritual dan perayaan yang memiliki makna khusus dalam budaya Bugis. Ketika menganalisis praktik perkawinan masyarakat Bugis dari perspektif hukum Islam, penting untuk memahami bagaimana adat istiadat tersebut selaras atau bertentangan dengan prinsip hukum Islam.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
Shandya Alonso Eka Renanda, Rizka Mufidah Sari, Laila Nurul Hidayati, & Lia Sari. (2024). HUKUM ADAT SUKU BUGIS DALAM PROSESI MAPPASIAREKENG DALAM PERSEPSI HUKUM ISLAM . Causa: Jurnal Hukum Dan Kewarganegaraan, 3(3), 15–28. https://doi.org/10.3783/causa.v3i3.2954
Section
Articles
Author Biographies

Shandya Alonso Eka Renanda, Universitas Tidar

Jurusan Hukum, Universitas Tidar

Rizka Mufidah Sari, Universitas Tidar

Jurusan Hukum, Universitas Tidar

Laila Nurul Hidayati, Universitas Tidar

Jurusan Hukum, Universitas Tidar

Lia Sari, Universitas Tidar

Jurusan Hukum, Universitas Tidar