KEPASTIAN HUKUM ITSBAT NIKAH TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG TIDAK TERCATAT
Main Article Content
Abstract
Sebagaimana isi dalam UU Perkawinan No 1/1974, Pasal 2 ayat (2), bahwasanya suatu perkawinan harus “dicatat”. Terwujudnya tertib administrasi perkawinan dalam masyarakat merupakan tujuan utama adanya pencatatan perkawinan. Lebih lanjut, pencatatan juga berguna dalam menjamin ditegakkannya hak masing-masing pihak dalam berumah tangga dalam suatu perkawinan. Namun, sebagaimana dibuktikan dengan hadirnya sidang itsbat nikah di Indonesia, maka artinya masih terdapat perkawinan dalam masyarakat yang tidak terdaftar secara resmi. Realita tersebut terjadi sebab tetap ada banyak warga yang menganggap pencatatan perkawinan ini tidak diperlukan, dan hal ini menjadikan praktik perkawinan di bawah tangan, menjadi semakin menjamur. Dari kenyataan tersebut maka terlihat bahwasanya keterkaitan pencatatan perkawinan dan pelaksanaan undang-undang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Solusi hukum atas perkawinan yang tidak tercatat itulah yang disebut itsbat nikah. Sehingga atas hal tersebut timbul pertanyaan terkait bagaimana status anak dan harta perkawinan dalam perkawinan yang tidak dicatat setelah dilakukannya itsbat nikah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika permohonan pengesahan perkawinan diajukan, maka akan terdapat akibat hukum terhadap adanya perkawinan sebagaimana Perma No. 1 Th 2015, artinya anak, harta perkawinan, dan hubungan perkawinan suami istri itu sendiri mendapat jaminan hukum.
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
References
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademi Pressindo, 2007.
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Bintania, Aris. Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Djubaedah, Neng. Pencatatan Perkawinan Dan Perkawinan Tidak Dicatat: Menurut Hukum Tertulis Di Indonesia Dan Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Lubis, Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia. Edited by Gemala Dewi. jakarta: Kencana, 2018.
Rosadi, Aden. Peradilan Agama Di Indonesia: Dinamika Pembentukan Hukum. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 2007.
Syaifuddin, Muhammad, Sri Turatmiyah, and Annalisa Yahanan. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2009.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iah dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah, dan Akta Kelahiran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1169)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3050).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4811).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5078).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400).
Jurnal
Andri, Mohammad. “Akibat Hukum Perkawinan Sirri Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.” Jurnal Justicia 4, no. 1 (2015).
Yorita, Sindi, Ahmad Sofyan, Astrid Zalsa Yulinda, S Safitri, E Ernawati, and H Hardiani. “Tinjauan Yuridis Status Anak Di Bawah Tangan Dalam Hak Menerima Warisan.” ATHENA: Journal of Social, Culture and Society 1, no. 1 (2023): 30–31.
Zainuddin, and Nur Jaya. “Jaminan Kepastian Hukum Dalam Perkawinan Melalui Itsbat Nikah (Studi Di Pengadilan Agama Makassar Kelas IA).” Riau Law Journal 2, no. 2 (2018): 199.
Zakaria, Endang, and Muhammad Saad. “Nikah Sirri Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif.” Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, no. 2 (2021): 251.