PENOLAKAN TINDAKAN KEBIRI KIMIA OLEH DOKTER, ANTARA KODE ETIK DAN HADITS RIWAYAT MUSLIM SERTA PASAL 81 UU NO. 70 TAHUN 2016
Main Article Content
Abstract
Artikel ini bertujuan untuk menyelidiki dan mengevaluasi pandangan hukum dan etika, serta perspektif Islam terhadap situasi di mana dokter menolak untuk melakukan tindakan kebiri kimia di Indonesia. Metode pendekatan yang dimanfaatkan dalam studi ini ialah pendekatan hukum Sosiolegal. Menurut penelitian, meskipun tindakan kebiri kimia dianggap melanggar hukum dan tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, namun tetap harus dilaksanakan sesuai dengan aturan negara. Tindak Kebiri Kimia menjadi polemik di Indonesia antara eksekutor yaitu dokter dengan perintah undang-undang. Tindakan kebiri kimia ini pertama kali dijatuhkan di Pengadilan Negeri Mojekerto kepada Terdakwa Muh Aris Bin Syukur, pelaku pemerkosaan terhadap sembilan orang anak di Mojokerto. Kemudian kepada Terdakwa Rahmat Santoso Slamet di Pengadilan Negeri Surabaya. Dengan putusan tersebut dalam Fatwa (MKEK PB IDI) No. 01 Tahun 2016 tentang Kebiri Kimia, IDI menyatakan penolakannya untuk menjadi eksekutor dikarenakan putusan ini dianggap melanggar sumpah dan mencederai profesi kedokteran. Namun, sebagai pelaksana kebijakan kebiri, dokter harus mematuhi undang-undang dan tidak memiliki pilihan untuk menolaknya. Undang-undang memiliki kekuatan hukum dan harus diikuti oleh semua warga Indonesia. UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengatur mengenai rekrutmen, pengangkatan, pengelolaan, dan pemberhentian Aparatur Sipil Negara. Undang-undang ini juga memberikan ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, tanggung jawab, dan pembinaan Aparatur Sipil Negara. Pasal 9 huruf b dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 menetapkan aturan untuk implementasi tindakan kebiri kimia yang telah berlaku sejak tahun 2016. Dari perspektif hukum Islam yang berdasarkan pada hadis Muslim, Nabi Muhammad saw. Dilarang melakukan tindakan pengebirian, sehingga penggunaan hukuman kebiri kimia tidak diizinkan karena bertentangan dengan prinsip moral dan akan memberikan dampak buruk bagi baik pelaku maupun korban. Pendapat beberapa ulama juga berkaitan dengan keabsahan kebiri kimia yang diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 70 Tahun 2016. Mereka menyatakan bahwa hukum kebiri dianggap tidak sah karena tidak ada bukti yang mendukung atau melegitimasi tindakan tersebut. Dalam ajaran Islam, hukum takzir adalah ketetapan sanksi oleh pemerintah atau hakim dengan menggunakan kriteria ijtihad untuk menetapkan seberapa berat atau ringannya suatu hukuman yang tidak diatur dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.